Dosen
: Mutiara,S.Ikom
Anggota :
1. Adelia Pramhesti // 10115105
2. Audi Muhamad // 11115128
3. Azis Jamaludin // 17115858
4. Raspati Hadjar
Pamungkas // 15115669
5. Wiby Bramantyo // 17115125
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi semua.
Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat
kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, 8 Desember
2015
PENDAHULUAN
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk
(fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait
dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum,
seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena
tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya
tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang
bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan berjudi)
Agar hawa nafsu itu
terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka
potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak
usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
AGAMA DAN MASYARAKAT
A.
AGAMA
1. Definisi
Agama
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian atau definisi agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Istilah agama sendiri adalah suatu istilah yang
berasal dari bahasa Sanskerta “āgama” yang memiliki arti “tradisi”.
Pengertian agama menurut para ahli:
a.
Émile Durkheim definisi Agama adalah
suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang
berhubungan dengan hal yang suci dan menyatukan semua penganutnya dalamsuatu
komunitas moral yang di namakan umat.
b.
Prof Dr. M. Drikarya definisi Agama
adalah kenyakinan adanya suatu kekuatan supranatural yang mengatur
danmenciptakan alam dan isinya.
c.
H. Moenawar Chalil definisi Agama adalah
perlibatan yang merupakan tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan
kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atas pengakuannya.
d.
Hendro Puspito definisi Agama adalah
sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dan alam semesta yang berkaitan
dengan keyakinan.
e.
Jappy Pellokild definisi Agama adalah
percaya adanya tuhan yang maha esa dan hukum-hukumnya.
2.
FUNGSI
AGAMA DALAM MASYARAKAT
Fungsi
agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu
kebudayaan, sistem sosial,dan kepribadian.
Teori
fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu
berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang
lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan,
bersifat kongkret terjadi di sekeliling.
Fungsi
agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat
sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap
masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran
dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi
agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi
agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi
dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk
(mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir
pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi”
anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk
memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci
dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras,
hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak
berbuat yang senonoh dan mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak
mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi.Maka perkembangan
sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
3.
PENGARUH
AGAMA DALAM KEHIDUPAN
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan
kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau
supranatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat,
bahkan terhadap segala gejala alam. Kepercayaan beragama yang bertolak dari
kekuatan ghaib ini tampak aneh, tidak alamiah dan tidak rasional dalam
pandangan individu dan masyarakat modern yang terlalu dipengaruhi oleh
pandangan bahwa sesuatu diyakini kalau konkret, rasional, alamiah atau terbukti
secara empiric dan ilmiah.
Ketergantungan masyarakat dan individu pada
keuatan ghaib ditemukan dari zaman purba sampai ke zaman moden ini, kepercayaan
itu diyakini kebenarannya sehingga ia menjadi kepercayaan keagamaan atau
kepercayaan religius. Kepercayaan terhadap sucinya sesuatu itu dinamakan dalam
antropologi dan sosiologi agama dengan mempercayai sifat sacral pada sesuatu
itu, mempercayai sesuatu sebagai yang suci atau sacral juga cirri khas
kehidupan beragama, adanya aturan kehidupan yang dipercayai berasal dari Tuhan
juga termasuk kehidupan beragama. Semuanya ini menunjukan bahwa kehidupan
beragama aneh tapi nyata, dan merupakan gejala universal, ditemukan di mana dan
kapan pun dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Beragama sebagai gejala universal masyarakat
manusia juga diakui oleh Begrson (1859-1941), pemikir prancis. Ia menulis bahwa
kita menemukan masyarakat manusia tanpa sains, seni dan filsafat, tetapi tidak
pernah ada masyarakat tanpa agama (El-Ehwani dalam sharif, 1963:556).
Di samping universal, kehidupan beragama di
zaman modern ini sudah demikian kompleks. Banyak macam agama yang dianut
mamusia dewasa ini. Aliran kepercayaan,aliran kebatinan, aliran pemujaan atau
yang dikenal dalam ilmu social dengan istilah occultisme juga banyak ditemukan
di kalangan masyarakat modern. Kehidupan beragama dewasa ini ada yang dijadikan
tempat penyejuk jiwa dan pelarian dari hiruk pikuk ekonomi dan social politik
sehari-hari, ada pula yang dijadikan sumber motivasi untuk mencapai kehidupan
ekonomi dan social politik, di samping itu kehidupan beragama punya pengaruh
terhadap aspek kehidupan yang lain. Anne Marie Malefijt mengungkapkan bahwa
agama adalah tipe the most important aspects of
culture
yang dipelajari oleh ahli antropologi dan ilmuwan social lainnya. Aspek
kehidupan beragama tidak hanya ditemukan dalam setiap masyarakat, tetapi juga
berinteraksi secara signifikan dengan instutusi budaya yang lain. Ekspresi
religius ditemukan dalam budaya material, perilaku manusia,nilai, moral,system
keluarga, ekonomi, hokum, politik, pengobatan,sains, teknologi,seni,
pemberontakan, perang, dll. Dari apa yang dikemukakan oleh Malefitj adalah
bahwa agama mewarnai dan membentuk suatu budaya.
Agama atau minimal pendekatan keagamaan adalah
cara yang efektif dalam membentuk kepribadian dan kebudayaan, baik beragama
sebagai system social budaya atau sebagai subsistem yang universal sebagai tipe
penampilan serta penghayatannya dikalangan kelompok-kelompok masyarakat, dari
yang sekedar untuk mencapai kesejukan sampai kepada tidak merasa bersalah tidak
melakukan tindakan terror terhadap masyarakat yang tidak berdosa, menjadikannya
sangat penting dipahami oleh setiap individu dan lembaga yang berurusan dengan
masyarakat.
Terdapat perbedaan kehidupan beragama di
kalangan masyarakat primitive dan masyarakat modern. Dalam masyarakat
primitive, kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari aspek kehidupan lain;
beragama dan kegiatan sehari-hari menyatu. Beragama merupakan sistam social
budaya. Dalam masyarakat modern, kehidupan beragama hanya salah satu aspek dari
kehidupan beragama hanya salah satu aspek dari kehidupan sehari-hari.
Geertz mengungkap betapa kompleks dan
mendalamnya kehidupan beragama. Agama tampak tumpang tindih dengan kebudayaan
(Geertz 1992).Kemudian kompleksitas dan luasnya ruang lingkup ajaran agama
dapat dilihat dalam ajaran islam. Sebagai agama wahyu yang terakhir, islam
adalah ajaran yang komprehensif dan terpadu, yaitu mencakup bidang ibadat, perkawinan,
waris, ekonomi, politik, hubungan internasional, dan seterusnya.
Namun dalam fenomena social budaya, dalam
kehidupan umat islam di zaman modern ini, kehidupan beragama menjadi menciut
dalam aspek kecil dan kehidupan sehari-hari, yaitu yang berhubungan dengan yang
ghaib dan ritual saja. Kehidupan beragama umat islam dewasa ini menjadi
subsistem social budayanya. Fenomena penciutan beragama ini karena pengaruh
budaya modernism dan sekularisme. Walaupun pengaruh modernism dan sekularisme
demikian kuat, ia juga menimbulkan gerakan dan aliran keagamaan dalam rangka
melawan dominasi modernism dan sekularisme tersebut, seperti aliran
skripturalis dan gerakan terror. Maraknya aliran kebatinan, occultism, aliran
ekslusif lainnya menjadikan fenomena kehidupan beragama makin kompleks. Semua
ekslusivitas dan kompleksitas kehidupan beragama ini menjadikannya menarik
untuk diteliti secara antropologis. Kajian antropologi terhadap berbagai aliran
ekslusif juga akan menjelaskan akar-akar budaya dari objek yang dikaji, secara
mencoba memahami gejala tesebut dalam konteks budaya yang bersangkutan.
4.
PELEMBAGAAN
AGAMA DI INDONESIA
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga
untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama.
Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi
agamanya:
1. Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
1. Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2. a. Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia
(PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b. Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)
3. Hindu : persada
Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.
4. Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
5. Konghucu : MATAKIN
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama Negara
5.
DIMENSI KOMITMEN AGAMA
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih
mudah pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan
berupa keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
a.
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan
bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia
akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
b.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan
berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini
menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara
keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti
tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
c.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua
agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada
suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang
realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara
yang supernatural.
d.
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa
orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi
keagamaan mereka.
e.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda
dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
6.
KONFLIK
YANG ADA DALAM AGAMA
Dalam perjalannya sejarah, sejak
kepercayaan animisme dan dinamisme sampai monotheisme menjadi agama yang paling
banyak dianut di muka bumi ini agama hampir selalu menciptakan perpecahan.
Sebagai contoh, dalam agama India, khususnya Hindu-Budha, agama yang dibawa
Sidharta Gautama ini merupakan rekasi dari ekses negative yang di bawa oleh
agama Hindu. Walaupun agama Budha disebarkan dengan damai namun dapat dengan
jelas terlihat bahwa masalah pembagian kasta dalam bingkai caturvarna menjadi
masalah utama. Pada awalnya memang pembagian kasta ini merupakan spesialisasi
pekerjaan, ada yang menjadi pemimpin agama, penguasa dan prajurit, dan rakyat
biasa. Namun, dalam perjalannya terjadi penghisapan terutama dari pemimpin
agama, prajurit, dan penguasa terhadap rakyat jelata. Implementasi yang salah
dari caturvarna inilah yang diprotes dengan halus oleh Budha yang pada awalnya
tidak menyebut diri mereka sebagai agama, tetapi berfungsi menebarkan cinta
kasih terhadap sesama mahluk hidup, bukan saja manusia, tetapi juga hewan, dan
tumbuhan. Sebagai reaksi dari meluasnya pengaruh Budha, Otoritas Hindu kemudian
mengadakan pembersihan terhadap pengaruh Budha ini. Namun demikian, karena
ajaran Budha lebih bersifat egaliter, usaha otoritas hindu ini menemui jalan
buntu, bahkan agama Bundha sendiri dapat berkembang jauh lebih pesat dari pada
agama Hindu, dan mendapat banyak pemeluk di Negara Tiongkok di kemudian hari.
Selain itu unsur konflik yang terbesar terjadi pula
pada pengikut agama terbesar di dunia yaitu Abraham Religions, atau agama yang
diturungkan oleh Abraham, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tulisan ini hanya
membatasi pada penggambaran konflik di antara ketiga agama tersebut, bukan pada
konflik intern dalam masing-masing agama tersebut. Inti dari agama-agama
Abraham ini adalah akan datang nabi terakhir yang akan menyelamatkan dunia ini.
Hal yang menjadi masalah utama adalah tidak ada kesepakatan diantara ketiga
agama tersebut tentang siapa nabi yang akan datang tersebut. Pihak Yahudi
menyatakan belum datang nabi terakhir itu, sedangkan pihak Nasrani mengatakan
Nabi Isa (Yesus Kristus) adalah nabi terakhir, lalu Islam mengklaim Nabi
Muhhamad sebagai nabi terakhir. Keadaan ini kemudian semakin diperparah ketika
tidak ada pengakuan dari masing-masing agama yang masih bersaudara tersebut.
Ketika berbagai unsure non-theologis, khususnya politik, ekonomi, dan budaya,
menyusup ke dalam masalah.
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:
a. Konflik
antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas kitab
suci namun justru unsur dogmatis agama ini sangat mendukung pengambaran konflik
yang terjadi. Menurut versi Yahudi, Nasrani adalah agama yang sesat karena
menganggap Yesus sebagai mesias (juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri
Yesus adalah penista agama yang paling berbahaya karena menganggap dirinya
adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas Yahudi sendiri menghukum mati Yesus
dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman bagi penjahat kelas kakap pada
waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan
Allah yang justru menghianati Allah itu sendiri. Untuk itu Yesus datang ke
dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari murka Allah. Dalam beberapa
kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait Allah karena dipakai
sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan orang Israel
terhadap ajaran Yesus.
b. Konflik
Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam
memandang Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak
Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang
pamornya kalah dari nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya
hanya pada tataran kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan
budaya masuk, maka konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama
beberapa abad menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu
sendiri muncul ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak kejayaannya
berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha meluaskan
pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih dahulu ada
dan telah mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan
Kota Suci Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan,
Islam kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang
Eropa-Asia pada saat itu.
c. Konflik
antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini berawal
dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka
yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca
perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian
malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian
kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu
orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu,
kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah
sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka
memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai
masuk.
B.
MASYARAKAT
1.
PENGERTIAN
MASYARAKAT
Masyarakat Islami adalah masyarakat terbuka yang menjungjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan secara universal, tanpa memandang
asal usul suku bangsa dan perbedaan agama.
Dalam
tulisannya, Labib Fardany Faisal mendefinisikan bahwa masyarakat Islami adalah
masyarakat yang dinaungi dan dituntun oleh norma-norma Islam, satu-satunya
agama Allah. Masyarakat yang secara kolektif atau orang perorangan bertekad
untuk bersungguh-sungguh dalam meniti sirotul mustaqim. Masyarakat yang
didominasi oleh istiqomah, kejujuran, kebersihan ruhani dan saling
kasihmengasihi.
Masyarakat
Islam menurut Murtadha Muthahhari adalah suatu kelompok manusia yang terjalin
sejak lama dalam suatu tempat dan sistem kemasyarakatannya berpegang pada
kebenaran wahyu Allah. Kebenaran yang dimaksud adalah keadilan, persatuan atas
dasar keimanan, amar ma’ruf nahi munkar dan moralitas.
2.
KAITAN
AGAMA DALAM MASYARAKAT
Telah
kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang
juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di
Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara
kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini membuktikan bahwa agama
mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan utama dari
masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan kebudayaannya.Selain
itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam melestarikan budaya,
karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama dan ikut menjaga
budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga
tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan
dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,karena
ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika
kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan
pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan
menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui
oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol
seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak
menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak
kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin
masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari banyaknya
kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah mampu
menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan
di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar
pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat
Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan
tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secra utuh (Elizabeth K.
Nottingham, 1954) :
a. Masyarakat
yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini
kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat menganut agama yang sama.
Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan
adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya :
1. Agama
memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra
mutlak.
2. Dalam
keadaan lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi
fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara
keseluruhan.
b. Masyarakat
praindustri yang sedang berkembang.
Keadaan
masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
darpada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada system nilai
dalam tiap mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sacral dan
yang sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
B.
Saran
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
Dengan dibuatnya makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan dapat menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
UG Digital Book